Jumat, 20 Agustus 2010

Profil Ir.Soekarno

Ir. Soekarno
Soekarno

Masa jabatan
17 Agustus 1945 – 12 Maret 1967(21 tahun)
Wakil Presiden Mohammad Hatta (1945)
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru
Pengganti Soeharto

Lahir 6 Juni 1901
Flag of the Netherlands.svg Surabaya, Jawa Timur, Hindia Belanda
Meninggal 21 Juni 1970 (umur 69)
Flag of Indonesia.svg Jakarta, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Partai politik PNI
Suami/Istri Oetari (1921-1923)
Inggit Garnasih (1923-1943)
Fatmawati (1943-1956)
Hartini (1952-1970)
Kartini Manoppo (1959-1968)
Ratna Sari Dewi (1962-1970)
Haryati (1963-1966)
Yurike Sanger (1964-1968)
Kartini Manoppo
Heldy Djafar (1966-1969)
Anak Guntur Soekarnoputra
Megawati Soekarnoputri
Rachmawati Soekarnoputri
Sukmawati Soekarnoputri
Guruh Soekarnoputra (dari Fatmawati)
Taufan Soekarnoputra
Bayu Soekarnoputra (dari Hartini)
Totok Suryawan (dari Kartini Manoppo)
Kartika Sari Dewi Soekarno (dari Ratna Sari Dewi)
Profesi Insinyur
Politikus
Agama Islam
Tanda tangan Tanda tangan Soekarno

Kamis, 19 Agustus 2010

Shalat Tarawih Bagi Perempuan

Ada seorang wanita shahabat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, namanya Ummu Humaid ingin mengikuti sholat bersama Rasul Shalallaahu alaihi wasalam di masjid Nabi, maka Rasulullah memberikan jawaban yang begitu indah dan berkesan, yang artinya, "Sungguh aku tahu, bahwa engkau senang sholat bersamaku, padahal sholatmu di dalam kamar lebih baik dari pada sholatmu di rumah, dan sholatmu di dalam rumah lebih baik dari pada sholatmu di masjid kampungmu, dan sholatmu di masjid kampung lebih baik daripada sholatmu di masjidku ini." (HR. Ibnu Khuzaimah, di dalam shahihnya).
Hadits di atas barangkali memiliki korelasi yang erat dengan hadits lain riwayat Imam at-Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah, dari Ibnu Mas'ud Radhiallaahu anhu dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Sesungguhnya wanita adalah aurat, apabila dia keluar, maka syetan menghiasnya. Dan sedekat-dekatnya seorang wanita kepada Tuhannya adalah tatkala ia berada di bagian paling tersembunyi di rumahnya."
Berdasarkan dua hadits di atas dapat diambil pengertian, bahwa pada dasarnya kondisi paling utama seorang wanita adalah tatkala berada di tempat yang paling tersembunyi, termasuk ketika melakukan sholat. Apabila seorang wanita ingin sholat berjama'ah -termasuk tarawih-, maka hendaknya memilih tempat tersendiri khusus untuk para wanita. Kalau mengharuskan sholat di masjid yang biasa digunakan sholat oleh kaum pria, maka hendaknya memperhatikan adab-adab dan aturan ketika menuju ke sana. Karena tidak selayaknya seseorang ingin mencari pahala, namun dalam waktu bersamaan melakukan perbuatan yang dimurkai oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Di antara adab-adab yang perlu diperhatikan oleh seorang wanita ketika akan mendatangi masjid (khusus-nya sholat tarawih) adalah sebagai berikut:
1. Ikhlas
Hendaknya ketika berangkat ke masjid benar-benar ikhlas karena Allah. Bukan karena ingin bertemu dengan para wanita atau ibu-ibu yang lain, bukan karena ingin mendengarkan bacaan Imam, atau karena ikut-ikutan temannya. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah Subhannahu wa Ta'ala, (lihat di dalam surat al-Bayyinah ayat 5).
Dan juga sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam yang artinya,
"Barang siapa mendatangi masjid untuk tujuan tertentu, maka itulah yang menjadi bagiannya." (HR. Abu Daud)
2. Meminta Izin
Seorang wanita yang akan pergi ke masjid seharusnya meminta izin kepada ayah atau suaminya, berdasarkan hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, artinya:
“Janganlah kalian melarang wanita untuk mendatangi masjid, bila mereka minta izin kepada kalian." (Shahih Muslim)

Di dalam riwayat yang Muslim yang lain disebutkan, "Apabila istri kalian meminta izin untuk pergi ke masjid, maka berilah mereka izin."
Jika telah mendapatkan izin, silakan ke masjid, namun jika tidak diizinkan janganlah berangkat, karena taat terhadap suami lebih didahulukan daripada ibadah sunnah, demikian pula seorang putri jika tidak diizinkan ayahnya.

Selayaknya seorang suami jangan melarang istrinya pergi ke masjid, bila telah meminta izin dengan baik-baik, kecuali jika ada kondisi yang tidak mengizinkan, seperti bahaya atau gangguan di jalanan. Namun para wanita juga harus menyadari, bahwa sholat mereka di rumah adalah lebih utama, dan juga keluarnya mereka ke tempat umum justru terkadang menimbulkan fitnah atau dosa.
3. Berhijab/Menutup Aurat
Jangan sampai pergi ke masjid dalam kondisi tabarruj, yakni berdan dan seronok, sengaja memancing perhatian, berpakaian ketat serta menampakkan perhiasan atau auratnya, sebab sekali lagi harus diingat, bahwa jika wanita keluar rumah, maka syetan menghiasnya, sehingga kelihatan menggoda dan menarik. Tabarruj adalah salah satu sifat wanita-wanita jahiliyyah yang tercela sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala , yang artinya:
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu bertabarruj (berhias dan bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS al-Ahzab: 33)
Syarat-syarat hijab adalah: Menutup seluruh tubuh, tidak membentuk lekuk tubuh, tidak pendek atau ketat, tidak transparan, bukan pakaian mewah untuk pamer, tidak mengikuti mode wanita kafir, tidak menyerupai pakaian laki laki dan tidak bercorak menyolok atau bergambar makhluk hidup.
4. Tidak Memakai Parfum
Parfum merupakan salah satu penyebab fitnah dan kerusakan, bila salah dalam mempergunakannya. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah melarang wanita yang menggunakan minyak wangi untuk menghadiri sholat Isya', sebagaimana dalam hadits riwayat Imam Muslim. Bukan sekedar itu saja, bahkan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam memberikan peringatan lebih keras lagi dalam hal ini, sebagaimana sabda beliau Shalallaahu alaihi wasalam,
"Wanita mana saja yang menggunakan parfum lalu keluar ke masjid, maka sholatnya tidak di terima sebelum dia mandi." (HR. Al-Baihaqi).

Jika pergi ke masjid untuk ber-ibadah tidak boleh menggunakan parfum, maka apalagi jika perginya adalah ke tempat-tempat umum selain masjid, tentu lebih tidak boleh lagi!
Berdandan, menampakkan kecantikan dan menggunakan parfum untuk dipamerkan kepada laki-laki lain adalah kebiasaan para pelacur. Maka seorang wanita muslimah yang terhormat tidak boleh meniru-niru tingkah mereka, karena sangat beresiko dan dapat menjerumuskannya ke dalam maksiat.

5. Tidak Berkhalwat
Yakni tidak boleh jalan berduaan dengan laki-laki lain (bukan mahram) baik itu berjalan kaki maupun berduaan di dalam mobil, entah itu teman, tetangga atau sopir pribadi sekalipun. Berdasarkan kepada hadits nabi Shalallaahu alaihi wasalam, "Jangan sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, kecuali wanita tersebut disertai mahramnya." (HR. Muslim dari Ibnu Abbas)
Di dalam riwayat lain disebutkan, bahwa jika seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, maka pihak ke tiganya adalah syetan.
6. Merendahkan Suara
Secara umum bukan hanya wanita saja yang diperintahkan untuk meren-dahkan suara dan tidak mengeraskannya, apalagi di dalam masjid. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman, yang artinya:
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguh-nya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. 31:19)

Dan bagi wanita, masalah ini lebih ditekankan lagi, sehingga wanita apabila mengingatkan imam yang lupa atau salah cukup dengan menepukkan telapak tangan kanan ke punggung tangan kiri, bukan bertasbih (mengucap subhanallah). Hendaknya wanita menjaga suaranya di hadapan kaum laki-laki, karena tidak seluruh laki-laki hatinya sehat, di antara mereka ada yang hatinya sakit, dalam arti mudah tergoda dengan suara wanita.

Pembicaraan seorang wanita hanya dibolehkan di dalam hal-hal yang memang mengharuskan, seperti jual beli, memberikan persaksian, menjawab salam dan semisalnya. Ini pun harus diperhatikan, agar jangan sampai melembutkan suara, atau sengaja dibuat-buat supaya menarik. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman, yang artinya:
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa.Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara, sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS. 33:32)
Jika wanita-wanita suci semisal istri Nabi masih diperintahkan untuk demikian, maka selayaknya para muslimah juga mencontoh mereka.
7. Menundukkan Pandangan
Para wanita hendaknya menundukkan pandangan dari laki-laki lain yang bukan mahram sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala, yang artinya:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka.” (QS. An-Nuur: 31)

Pandangan mata, sebagaimana dikatakan Ibnul Qayyim adalah cerminan hati, jika seorang hamba dapat menundukkan pandangannya, maka ia akan dapat menundukkan syahwat dan segala kemauannya. Sebaliknya jika pandangan dibiarkan dengan bebas dan leluasa, maka syahwat akan menguasai-nya.
Jarirz pernah bertanya kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam tetang pandangan yang tidak di sengaja, maka beliau menjawab, "Palingkanlah pandanganmu." (HR Ahmad)
Dari Buraidah Radhiallaahu anhu, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pernah berkata kepada Ali Radhiallaahu anhu, "Wahai Ali jangan kau susul pandangan (pertama) dengan pandangan yang lain, karena untukmu han ya yang pertama, dan selebihnya bukan buatmu." (HR. Ibnu Abdul Barr)
8. Hindari Ikhtilath
Jangan sampai terjadi ikhtilath (campur baur) laki-laki dan perempuan, baik ketika di jalan, ketika masuk masjid maupun ketika bubar dari masjid.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Baihaqi, dengan sanad hasan dari Hamzah bin Usaid dari ayahnya, bahwa dia mendengar Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda sedang beliau berada di luar masjid, dan kaum pria saat itu bercampur dengan kaum wanita di jalan, maka beliau pun bersabda kepada para wanita, "Menepilah kalian, sesungguhnya kalian tidak ada hak di tengah jalan, hendaklah kalian semua berjalaan di tepian." (HR. Abu Daud dan Baihaqi). Maka seketika itu para wanita menepi ke tembok.
9. Tidak Menelantarkan Anak-anak.ak Menelantarkan Anak-anak
Termasuk tanggung jawab terbesar seorang wanita (ibu) adalah mendidik dan mengawasi anak, dan kelak dia akan ditanya oleh Allah tentang tanggung jawab ini. Apabila kepergian seorang wanita ke masjid dengan menelantarkan anak-anak, seperti menyerahkan kepada pembantu yang kurang baik akhlaknya, atau menjadikan anak pergi leluasa bergaul dengan teman-teman yang buruk, maka hal itu tidak dibenarkan. Karena mencegah sesuatu yang buruk (terlan-tarnya anak) lebih di dahulukan daripada mencari manfaat (tarawih di masjid).
10. Menjaga Adab di Masjid
Masjid adalah rumah Allah dan tempat yang sangat mulia, ketika seseorang akan memasukinya, maka harus memperhatikan dan manjaga adab-adab ketika berada di dalamnya. Di antara yang perlu diperhatikan adalah:
• Menjaga kebersihan dan jangan sampai membuang kotoran di dalam masjid.
• Tidak mendatangi masjid ketika habis makan bawang (jengkol, petai dan semisalnya)
• Tidak meludah di masjid, jika terpaksa hendaknya meludah di tissu, sapu tangan atau pakaian, dan jangan meludah ke arah kiblat.
• Mengawasi anak-anak agar jangan merobek atau melempar-lempar mushhaf.
• Jangan memasukkan gambar-gambar makhluk bernyawa ke dalam masjid, baik berupa motif baju anak, mainan, majalah dan lain-lain.
Demikian semoga bermanfaat bagi kita semuanya.
Diringkas dari: “Al-Muntaqa min Adab Sholat at-Tarawih Linnisaa”, Husain bin Ali asy Syaqrawi, kata sambutan dan koreksi Syaikh Abdullah Ibnu Jibrin.

Peringatkanlah Orang yang terlupa makan ketika berpuasa

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin pernah ditanya tentang seseorang yang sedang berpuasa, lalu dia makan atau minum pada siang hari karena lupa. Bolehkah dia diperingatkan atau tidak? (Hal ini berkaitan dengan keyakinan sebagian orang yang mengatakan bahwa seseorang yang berpuasa tetapi lupa, ia tidak boleh diingatkan karena sedang diberi makan dan minum oleh Allah).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menjawab,

Siapa saja yang melihat orang berpuasa makan atau minum pada siang hari (karena lupa), maka wajib bagi yang melihat untuk mengingatkannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau lupa dalam sholatnya, “Jika aku lupa, maka ingatkanlah aku.” (HR. Bukhari dalam Shahih-nya)

Seseorang yang lupa karena alpa, maka kesalahannya dimaafkan. Sedangkan orang yang ingat dan mengetahui bahwa pekerjaan itu membatalkan puasa, namun tidak mengingatkan saudaranya yang lupa, berarti dia melakukan sebuah kesalahan. Karena orang yang lupa itu adalah saudaranya. Seharusnya dia ingin saudaranya seperti dia.

Kesimpulannya, siapapun yang melihat orang yang berpuasa makan atau minum pada siang hari karena lupa, maka dia boleh memberikan peringatan. Dan orang yang diberi peringatan, seketika itu juga harus berhenti, tidak boleh melanjutkan makan atau minumnya. Bahkan jika di mulutnya tersisa air atau sisa makanan, dia harus mengeluarkannya, tidak boleh ditelan.

Pada kesempatan ini saya ingin menjelaskan, hal-hal yang (mestinya) membatalkan puasa, menjadi tidak membatalkan puasa dalam tiga keadaan. Yaitu: apabila si pelaku lupa, tidak tahu, dan tidak sengaja.

Jika seseorang lupa, lalu dia makan dan minum, maka puasannya tetap sah, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang lupa bahwa dia sedang berpuasa lalu dia makan dan minum, maka hendaklah dia melanjutkan puasa. Sesungguhnya Allah telah memberikannya makan dan minum.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya)

Jika ada seseorang yang makan dan minum karena mengira bahwa fajar belum terbit atau mengira matahari telah tenggelam, namun ternyata tidak sesuai dengan dugaannya, maka puasanya sah, berdasarkan hadits Asma‘ bin Abi Bakr, dia mengatakan, “Kami pernah berbuka pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat matahari tertutup mendung, kemudian matahari muncul lagi, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan kami, mengganti puasa hari itu.”

Seandainya wajib mengganti (berarti puasanya batal, Red), tentu Rasulullah sudah merintahkan kepada mereka. Seandainya Rasulullah memerintahkan kepada mereka, tentu riwayat ini akan disampaikan kepada kita, karena itu berarti termasuk syariah, dan syari’ah Allah pasti terjaga sampai hari kiamat.

Begitu juga hukumnya orang yang tidak sengaja melakukan sesuatu yang bisa membatalkan, puasa orang ini juga tidak batal, seperti yang berkumur-kumur lalu air masuk ke tenggorokannya. Air yang masuk ini tidak membatalkan puasanya, karena dia tidak sengaja. Sebagaimana orang yang berpuasa bermimpi melakukan hubungan suami istri lalu ia keluar mani. Orang ini juga tidak batal puasanya, karena dia tidur dan tidak sengaja mengeluarkan mani.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al Ahzab: 5).
(Fatawa Ramadhan Fi Ash Shiyam wa al Qiyam wa al I’tikaf wa az Zakat al Fithri, I/228 – 230)

Diketik ulang dari majalah As Sunnah edisi Khusus Tahun.IX/1426H/2005M

Kegembiraan Orang Berpuasa

Kegembiraan pertama, kegembiraannya ketika berbuka, yaitu kegembiraan dengan nikmat yang telah Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepadanya dengan menyempurnakan puasanya. Ibadah ini termasuk amal shalih yang paling utama, namun betapa banyak orang yang terhalang dari puasa. Selain itu, ia juga bergembira dengan apa yang kembali dihalalkan Allah untuknya, berupa makanan, minuman dan persetubuhan (jima’),mengingat hal-hal tersebut sebelumnya diharamkan baginya pada saat sedang berpuasa.

Kegembiraan kedua, Kegembiraannya ketika berjumpa dengan Rabb-nya dengan keridhaan dan kemurahanNya. Ia gembira dengan membawa pahala puasanya. Ketika dia mendapatkan pahalanya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’âla yang telah disediakan untuknya, ketika dikatakan kepadanya, “Mana orang-orang yang berpuasa, hendaklah dia masuk surga dari pintu Ar-Royyan, yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa.”

إِنَّ فِى الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang bernama Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Dikatakan kepada mereka,’Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Maka orang-orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut.”[4]

Juga dalam ayat yang mulia ini dijelaskan mengenai balasan bagi orang yang berpuasa. Allah Ta’ala berfirman,

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ

“(Kepada mereka dikatakan): ‘Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.’” (QS. Al Haqqah [69]: 24)

Mujahid dan selainnya mengatakan, “Ayat ini turun pada orang yang berpuasa”. Barangsiapa yang meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena Allah, maka Allah akan memberi ganti dengan yang makanan dan minuman yang lebih baik.”[5]

Saudariku, apakah kita tidak ingin memasuki pintu surga Ar-Royyaan? Betapa besarnya ganjaran Allah terhadap orang-orang yang berpuasa. Dan betapa pula, hati setiap orang yang berpuasa luruh dalam kegembiraan dan kebahagiaan dengan amalan yang diistimewakan Allah ‘Azza wa Jalla untuk diriNya dan dijanjikan balasannya murni dari karunia dan kebaikanNya. Sesungguhnya, Allah ‘Azza wa Jalla Maha Memiliki karunia yang besar.

Kemudian sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ (sungguh, bau mulut orang yang berpuasa jauh lebih harum di sisi Allah Azza wa Jalla daripada bau misik (minyak wangi)). Meskipun tidak disukai orang, janganlah bersedih duhai orang yang berpuasa, sesungguhnya dia lebih harum disisi Allah ‘Azza wa Jalla daripada bau minyak kesturi (misik). Inilah hasil ibadah dan taqarrub-nya kepada Allah’Azza wa Jalla.

Kegembiraan ketiga, kita juga dapat bergembira karena puasa mampu memberikan syafaat kepada pelakunya pada hari kiamat. Diriwayatkan dari ‘Abdullan bin ‘Amr radhiallaahu ‘anhuma, bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اَلصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. يَقُوْلُ الصِّيَامُ: أَيْ رَبِّ، مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ. وَيَقُوْلُ الْقُرْآنُ: مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ

“Puasa dan al-Qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada Hari Kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabbku, aku telah menghalanginya dari makan dan syahwatnya di siang hari, maka izinkan aku memberi syafa’at kepadanya.’ Al-Qur`an berkata, ‘Aku telah menghalanginya dari tidur di malam hari, maka izinkan aku memberi syafa’at kepadanya”.[6]

Kegembiraan keempat, kebahagiaan terhadap puasa sebagai kaffarat (pelebur) dosa-dosa. Dosa menyebabkan kecemasan dan ketakutan karena akibatnya yang buruk, manakala disediakan peleburnya, berarti kecemasan tersebut akan teratasi, pelakunya pun tenang dan berbahagia, sama halnya dengan peminum racun yang membahayakan, ketika penawarnya ditemukan, dia akan senang sekali. Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصَّوْمُ وَالصَّدَقَةُ

“Fitnah (kelalaian) seseorang pada keluarga, harta, anak, dan tetangganya dapat dilebur dengan shalat, puasa dan sedekah.”[7]

Melihat kebaikan-kebaikan puasa di atas, penulis teringat Firman Allah Ta’ala ,

وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 184).
Akhirul kalam…

والله الموفّق إلى أقوم الطريق
وصلى الله وسلم على نبينا وعلى آله وأصحابه ومن اتّبعهم بإحسان الى يوم الدين

Penulis: Ummu Izzah Yuhilda
Muraja’ah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal

[1] HR. Muslim no. 1151
[2] HR. Al Bukhari 1904
[3]HR. Al-Bukhariy no.190
[4] HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152
[5] Latho’if Ma’arif, hal. 281.
[6] HR. Ahmad no. 6626 dari Ibnu Umar. Al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawa`id, 3/181 berkata, “Rawi-rawinya adalah rawi hadits shahih”
[7]HR. al-Bukhari dari Hudzaifah bin al-Yaman. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 310

Maraji’ :
Qur’anul Karim dan Terjemahannya
www.rumaysho.com
www.alsofwah.or.id
Majelis Bulan Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin, Imam Asy-Syafi’i, Jakarta.
Mutiara Hikmah Penyejuk Hati Syarah 99 Hadits Pilihan, Al-Allamah Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Cahaya Tauhid Press, Malang.
Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi Kedua, Darul Haq, Jakarta.

***
Artikel muslimah.or.id

Amalan Khusus Menyambut Bulan Ramadhan

Seorang ulama yang pernah menjabat sebagai ketua Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts wal Ifta’ (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) yaitu Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz pernah ditanya:

“Apakah ada amalan-amalan khusus yang disyariatkan untuk menyambut bulan Ramadhan?”

Syaikh –rahimahullah- menjawab:

“Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling utama dalam setahun. Karena pada bulan tersebut Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan amalan puasa sebagai suatu kewajiban dan menjadikannya sebagai salah satu rukun Islam yaitu rukun Islam yang keempat. Umat islam pada bulan tersebut disyariatkan untuk menghidupkannya dengan berbagai amalan.

Mengenai wajibnya puasa Ramadhan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ ، وَحَجِّ البَيْتِ

”Islam dibangun di atas lima perkara: persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 8 dalam Al Iman, Bab “Islam dibangun atas lima perkara”, dan Muslim no. 16 dalam Al Imam, Bab “Rukun-rukun Islam”)
Nabi ‘alaihimush shalaatu was salaam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ



“Barangsiapa melakukan puasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ganjaran dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 2014 dalam Shalat Tarawih, Bab “Keutamaan Lailatul Qadr”, dan Muslim no. 760 dalam Shalat Musafir dan Qasharnya, Bab “Motivasi Qiyam Ramadhan”)

Aku tidak mengetahui ada amalan tertentu untuk menyambut bulan Ramadhan selain seorang muslim menyambutnya dengan bergembira, senang dan penuh suka cita serta bersyukur kepada Allah karena sudah berjumpa kembali dengan bulan Ramadhan. Semoga Allah memberi taufik dan menjadikan kita termasuk orang yang menghidupkan Ramadhan dengan berlomba-lomba dalam melakukan amalan shalih.

Berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan sungguh merupakan nikmat besar dari Allah. OIeh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memberikan kabar gembira kepada para sahabat karena datangnya bulan ini. Beliau menjelaskan keutamaan-keutamaan bulan Ramadhan dan janji-janji indah berupa pahala yang melimpah bagi orang yang berpuasa dan menghidupkannya.

Disyariatkan bagi seorang muslim untuk menyambut bulan Ramadhan yang mulia dengan melakukan taubat nashuhah (taubat yang sesungguhnya), mempersiapkan diri dalam puasa dan menghidupkan bulan tersebut dengan niat yang tulus dan tekad yang murni.”

[Pertanyaan di Majalah Ad Da’wah, 1284, 5/11/1411 H. Sumber : Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15/9-10]

***
Demikian penjelasan dari Syaikh Ibnu Baz -rahimahullah-. Dari penjelasan singkat di atas dapat kita ambil pelajaran bahwa tidak ada amalan-amalan khusus untuk menyambut bulan Ramadhan selain bergembira dalam menyambutnya, melakukan taubat nashuhah, dan melakukan persiapan untuk berpuasa serta bertekad menghidupkan bulan tersebut.

Oleh karena itu, tidaklah tepat ada yang meyakini bahwa menjelang bulan Ramadhan adalah waktu utama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan “nyadran”). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Namun masalahnya adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.

Juga tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”) ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!

Begitu pula dengan maaf memaafkan menjelang ramadhan, ini pun suatu amalan yang tidak tepat. Karena maaf memaafkan boleh kapan saja. Lantas mengapa dikhususkan menjelang Ramadhan? Apa dasarnya?

Semoga dengan bertambahnya ilmu, kita semakin baik dalam beramal. Semoga Allah selalu memberikan kita ilmu yang bermanfaat, memberikan kita rizki yang thoyib dan memberi kita petunjuk untuk beramal sesuai tuntunan.

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com

Wanita Sholeha

Akhlaknya seperti Putri Rasulullah
Wajahnya cantik jelita seperti bidadari
Senyumnya tipis menebar ketenangan
Bibirnya merah merekah
Suaranya merdu bagaikan buluh perindu
Putih warna kulitnya melambangkan kesucian






Pengendali Hawa Nafsu

Definisi Hawa Nafsu

Nafsu adalah kecondongan jiwa kepada perkara-perkara yang selaras dengan kehendaknya. Kecondongan ini secara fitrah telah diciptakan pada diri manusia demi kelangsungan hidup mereka. Sebab bila tak ada selera terhadap makanan, minuman dan kebutuhan biologis lainnya niscaya tidak akan tergerak untuk makan, minum dan memenuhi kebutuhan biologis tersebut.Nafsu mendorongnya kepada hal-hal yang dikehendakinya tersebut. Sebagaimana rasa emosional mencegahnya dari hal-hal yang menyakitinya.

Maka dari itu tidak boleh mencela nafsu secara mutlak dan tidak boleh pula memujinya secara mutlak. Namun karena kebiasaan orang yang mengikuti hawa nafsu, syahwat dan emosinya tidak dapat berhenti sampai pada batas yang bermanfaat saja maka dari itulah hawa nafsu, syahwat dan emosi dicela, karena besarnya mudharat yang ditimbulkannya.

Peredam Hawa Nafsu

Sehubungan manusia selalu diuji dengan hawa nafsu, tidak seperti hewan dan setiap saat ia mengalami berbagai macam gejolak, maka ia harus memiliki dua peredam, yaitu akal sehat dan agama. Maka diperintahkan untuk mengangkat seluruh hawa nafsu kepada agama dan akal sehat. Dan hendaknya ia selalu mematuhi keputusan kedua peredam tersebut.

Lalu bagaimana solusi bagi orang yang sudah terjerat dari hawa nafsu agar terlepas dari jeratannya? Ia bisa terlepas dari jeratan hawa nafsu dengan pertolongan Allah dan taufik-Nya melalui terapi berikut :

1. Tekad membara yang membakar kecemburuannya terhadap dirinya.

2. Seteguk kesabaran untuk memotivasi dirinya agar bersabar atas kepahitan yang dirasakan saat mengekang hawa nafsu.
kekuatan jiwa untuk menumbuhkan keberaniaannya meminum seteguk kesabaran tersebut. Karena hakikat keberanian tersebut adalah sabar barang sesaat! sebaik-baik bekal dalam hidup seseorang hamba adalah sabar!.

3. Selalu memeperhatikan hasil yang baik dan kesembuhan yang didapat dari seteguk kesabaran.

4. Selalu mengingat pahitnya kepedihan yang dirasakan daripada kelezatan menuruti kehendak hawa nafsu.
Kedudukan dan martabatnya di sisi Allah dan di hati para hamba-Nya lebih baik dan berguna daripada kelezatan mengikuti tuntutan hawa nafsu.

5. Hendaklah lebih mengutamakan manis dan lezatnya menjaga kesucian diri dan kemuliaanya daripada kelezatan kemaksiatan.

6. Hendaklah bergembira dapat mengalahkan musuhnya, membuat musuhnya merana dengan membawa kemarahan, kedukaan dan kesedihan! Karena gagal meraih apa yang diinginkannya. Allah azza wa jalla suka kepada hamba yang dapat memperdaya musuhnya dan membuatnya marah (kesal). Allah berfirman : Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan demikian itu suatu amal shaleh. (At-Taubah:120). Dan salah satu tanda cinta yang benar adalah membuat kemarahan musuh kekasih yang dicintainya dan menaklukannya (musuh kekasih tersebut).

7. Senantiasa berpikir bahwa ia diciptakan bukan untuk memperturutkan hawa nafsu namun ia diciptakan untuk sebuah perkara yang besar, yaitu beribadah kepada Allah pencipta dirinya. Perkara tersebut tidak dapat diraihnya kecuali dengan menyelisihi hawa nafsu.

Janganlah sampai hewan ternak lebih baik keadaannya daripada dirimu! Sebab dengan tabi''''at yang dimilikinya, hewan tahu mana yang berguna dan mana yang berbahaya bagi dirinya. Hewan ternak lebih mendahulukan hal-hal yang berguna daripada hal-hal yang membahayakan. Manusia telah diberi akal untuk membedakannya, jika ia tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang berbahaya atau mengetahui tetapi lebih mendahulukan yang membahayakan dirinya maka jelas hewan ternak lebih baik dari pada dirinya.


Maraji'':
Ibul Qoyyim Al JAuziyyah, 50 Terapi Hawa Nafsu , pustaka tibyan,--

Kesesatan Dan Kedustaan Ahmadiyah

1.Aliran Ahmadiyah-Qadiyani itu berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi dan Rasul, kemudian barangsiapa yang tidak mempercayainya adalah kafir murtad

2.Ahmadiyah-Qadiyani memang mempunyai Nabi dan Rasul sendiri yaitu Mirza Ghulam Ahmad dari India

3.Ahmadiyah-Qadiyan mempunyai kitab suci sendiri yaitu kitab suci "Tadzkirah"

4.Kitab suci”Tadzkirah” tersebut adalah kumpulan wahyu yang diturunkan “tuhan” kepada Mirza Ghulam Ahmad yang kesuciannya sama dengan kitab suci Al-Qur’an, karena sama-sama wahyu dari Tuhan, tebalnya lebih tebal dari Al-Qur’an, dan kitab suci Ahmadiyah tersebut ada di kantor LPPI

5.Kalangan Ahmadiyah mempunyai tempat suci tersendiri untuk melakukan ibadah haji yaitu Rabwah dan Qadiyan di India. Mereka mengatakan: “Alangkah celakanya orang yang telah melarang dirinya bersenang-senang dalam haji akbar ke Qadiyan. Haji ke Makkah tanpa haji ke Qadiyan adalah haji yang kering lagi kasar”. Dan selama hidupnya “nabi” Mirza tidak pernah haji ke Makkah

6.Kalau dalam keyakinan umat Islam para nabi dan rasul yang wajib dipercayai hanya 25 orang, dalam ajaran Ahmadiyah Nabi dan Rasul yang wajib dipercayai harus 26 orang, dan Nabi dan Rasul yang ke-26 tersebut adalah “Nabi Mirza Ghulam Ahmad”

7.Dalam ajaran Islam, kitab samawi yang dipercayai ada 4 buah yaitu: Zabur, Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Tetapi bagi ajaran Ahmadiyah Qadiyan bahwa kitab suci yang wajib dipercayai harus 5 buah dan kitab suci yang ke-5 adalah kitab suci “Tadzkirah” yang diturunkan kepada “Nabi Mirza Ghulam Ahmad”

8.Orang Ahmadiyah mempunyai perhitungan tanggal, bulan dan tahun sendiri. Nama bulan Ahmadiyah adalah: 1. Suluh 2. Tabligh 3. Aman 4. Syahadah 5. Hijrah 6. Ihsan 7. Wafa 8. Zuhur 9. Tabuk 10. Ikha’ 11. Nubuwah 12. Fatah. Sedang tahunnya adalah Hijri Syamsi yang biasa mereka singkat dengan H.S. Dan tahun Ahmadiyah saat ini adalah tahun 1373 H.S (1994 M atau 1414 H). Kewajiban menggunakan tanggal, bulan dan tahun Ahmadiyah tersendiri tersebut di atas perintah khalifah Ahmadiyah yang kedua yaitu Basyiruddin Mahmud Ahmad

9.Berdasarkan firman “tuhan” yang diterima oleh “nabi” dan “rasul” Ahmadiyah yang terdapat dalam kitab suci “Tadzkirah” yang artinya: “Dialah tuhan yang mengutus rasulnya “Mirza Ghulam Ahmad” dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya atas segala agama-agama semuanya.(“kitab suci Tadzkirah” hal. 621)

Berdasarkan keterangan yang ada dalam kitab suci Ahmadiyah di atas BAHWA AHMADIYAH BUKAN SUATU ALIRAN DALAM ISLAM, TETAPI MERUPAKAN SUATU AGAMA YANG HARUS DIMENANGKAN TERHADAP SEMUA AGAMA-AGAMA LAINNYA TERMASUK AGAMA ISLAM

10.Ahmadiyah mempunyai nabi dan rasul sendiri, kitab suci sendiri, tanggal, bulan dan tahun sendiri, tempat untuk haji sendiri serta khalifah sendiri yang sekarang khalifah yang ke-4 yang bermarkas di Inggris bernama: Thahir Ahmad. Semua anggota Ahmafiyah di seluruh dunia wajib tunduk dan taat tanpa reserve pada perintah dia. Orang di luar Ahmadiyah adalah kafir dan wanita Ahmadiyah haram kawin dengan laki-laki di luar Ahmadiyah. Jika tidak mau menerima Ahmadiyah tentu mengalami kehancuran

11.Berdasarkan “ayat” kitab suci Ahmadiyah “Tadzkirah” bahwa tugas dan fungsi Nabi Muhammad saw sebagai nabi dan rasul yang dijelaskan oleh kitab suci umat Islam Al-Qur’an, dibatalkan dan diganti oleh “nabi” orang Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad

11.1. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab suci’Tadzkirah” ini dekat dengan Qadiyan-India. Dan dengan kebenaran Kami menurunkannya dan dengan kebenaran dia turun.” (“kitab suci” Tadzkirah hal.637)
11.2. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah:
Artinya: ”Katakanlah-wahai Mirza Ghulam Ahmad-jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku”
(“kitab suci” Tadzkirah hal. 630)
11.3.Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus engkau-wahai Mirza Ghulam Ahmad-kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam”. (kitab suci “Tadzkirah” hal. 634)
11.4. Firman “tuhan” dalam kitab suci “Tadzkirah”:
Artinya: “Katakan wahai Mirza Ghulam Ahmad-sesungguhnya aku ini manusia biasa seperi kamu, hanya diberi wahyu kepadaku”.(“kitab suci Tadzkirah hal. 633)
11.5. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu - wahai Mirza Ghulam Ahmad - kebaikan yang banyak” (“kitab suci” Tadzkirah hal.652)
11.6. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau - wahai Mirza Ghulam Ahmad - imam bagi seluruh manusia” (“kitab suci” Tadzkirah hal. 630)
11.7. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” “Tadzkirah”:
Artinya: “Oh, pemimpin sempurna, engkau - wahai Mirza Ghulam Ahmad - seorang dari rasul, yang menempuh jalan betul, diutus oleh Yang Maha Kuasa, Yang Rahim” (“kitab suci” Tadzkirah hal. 658-659)
11.8. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam lailatul qadr” (kitab suci Tadzkirah hal. 519)
11.9. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah:
Artinya: “Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar tetapi Allah-lah yang melempar. (Tuhan) Yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Qur’an” (“kitab suci” Tadzkirah hal.620)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat kitab suci Al-Qur’an yang dibajaknya. Ayat-ayat “kitab suci” Ahmadiyah Tadzkirah yang dikutip di atas, adalah penodaan dan bajakan-bajakan dari kitab suci Umat Islam Al-Qur’an.
Dan Mirza Ghulam Ahmad mengaku pada umatnya -orang Ahmadiyah-bahwa ayat-ayat tersebut adalah wahyu yang dia terima dari “tuhannya” di I N D I A.

12. PENODAAN AGAMA DAN HUKUMNYA

12.1 Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sbb: PASAL 56 a:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pokoknya bersifat permusuhan. Penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama di Indonesia.

12.2 Surat edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/BA.01/3099/84 tanggal 20 September 1984, a.l.:
2. Pengkajian terhadap aliran Ahmadiyah menghasilkan bahwa Ahmadiyah-Qadiyan dianggap menyimpang dari Islam karena mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, sehingga mereka percaya bahwa Nabi Muhammad saw bukan nabi terakhir.

13.1. Malaysia telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh Malaysia sejak tanggal 18 Juni 1975.

13.2. Brunei Darussalam juga telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh Brunei Darussalam.

13.3. Rabithah `Alam Islami yang berkedudukan di Makkah telah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah KAFIR dan KELUAR DARI ISLAM.

13.4. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah adalah KAFIR dan TIDAK BOLEH pergi haji ke Makkah.

13.5. Pemerintah Pakistan telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah adalah golongan MINORITAS NON MUSLIM.

14. K E S I M P U L A N

a."Ahmadiyah sebagai perkumpulan atau jemaat didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di Qadiyan - I N D I A (sekarang Pakistan) tahun 1889, yang karena perbedaan pandangan tentang penerus kepemimpinan dalam Ahmadiyah dan ketokohan pendirinya berkembang dua aliran, yaitu Anjuman Ahmadiyah (Ahmadiyah Qadiyan) dan Anjuman Ishaat Islam Lahore (Ahmadiyah Lahore).Kedua aliran tersebut mengakui kepemimpinan dan mengikuti ajaran serta paham yang bersumber pada ajaran Mirza Ghulam Ahmad.

b.Jemaat Ahmadiyah masuk dan berkembang di Indonesia sejak tahun 1920-an dengan menamakan diri Anjuman Ahmadiyah Qadiyan Departemen Indonesia dan kemudian dinamakan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang dikenal dengan Ahmadiyah Qadiyan, dan Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia (GIA) yang dikenal dengan Ahmadiyah Lahore.

c.Mirza Ghulam Ahmad mengaku telah menerima wahyu, dan dengan wahyu itu dia diangkat sebagai nabi, rasul, al-Masih Mau`ud dan Imam Mahdi. Ajaran dan faham yang dikembangkan oleh pengikut Jemaat Ahmadiyah Indonesia khususnya terdapat penyimpangan dari ajaran Islam berdasarkan Al-Qur`an dan Al-Hadits yang menjadi keyakinan umat Islam umumnya, antara lain tentang kenabian dan kerasulan Mirza Ghulam Ahmad sesudah Rasulullah saw.(BALITBANG DEPAG RI, Jakarta, 1995 hal. 19, 20,21)

P E N U T U P

Sebagai penutupi, kami kutip sebuah ayat Al-Qur`an yang mengancam orang yang mengaku menerima wahyu serta menulis kitab dengan tangannya sendiri, kemudian dikatakannya dari Allah swt dengan dusta yang amat keji seperti yang dilakukan oleh "nabi" Mirza di atas.
Allah swt berfirman:
"Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri lalu dikataknnya: "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaanlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang mereka kerjakan. (Q.S. Al-Baqarah 79)

Sumber: Buletin LPPI. Masjid Al-Ihsan Lt.III Proyek Pasar Rumput Jakarta 12970 Telp/Fax. (021)8281606

Senin, 16 Agustus 2010

Bahaya mencela Agama

TIDAK ADA BEDA ANTARA MAIN-MAIN DAN SENDA GURAU
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memasukkan istihza’ (memperolok-olok; mengejek agama) salah satu dari sepuluh pembatal-pembatal Islam. Beliau telah menulis sebuah bab dalam kitab Tauhid dengan judul “Barangsiapa yang bersenda gurau dengan sesuatu yang berkaitan dengan dzikir kepada Allah, al-Qur’an, dan Rasul”.
Syaikh ‘Utsaimin menerangkan makna hazl yaitu mengejek dan memperolok-olok dengan maksud bermain-main dan tidak serius (bersungguh-sungguh). (al-Qaul al-Mufid Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat at-Taubah dan hadits Ibnu ‘Umar di atas ketika mereka yang beristihza’ mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain.”
Namun Allah tidak menerima alasan mereka, bahkan Allah berfirman: Katalanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat--Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta ma’af, karena kamu telah kafir sesudah beriman.”

BENTUK CELAAN
DR. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah al Fauzan berkata tentang hal-hal yang termasuk pembatal syahadatain (dua kalimat syahadat): “Siapa yang membenci sesuatu dari ajaran yang dibawa oleh Rasulullah sekalipun ia juga mengamalkannya, maka ia kafir. (Kitab Tauhid I (terjemah) hal 62).
Menurut sebagian ulama diantaranya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, bahwa istihza’ terbagi menjadi dua:
1. Istihza’ yang Nampak (Terang-terangan)
Seperti yang dilakukan oleh orang yang mengatakan: “Belum pernah kami melihat seperti para ahli membaca al-Qur’an kita ini, orang yang lebih rakus terhadap makanan…” sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar di atas. Dan juga perkataan orang-orang yang mengejek dan menghina penegak amar ma’ruf nahi munkar. Misalnya pengejekan terhadap orang-orang yang sedang melaksanakan shalat atau orang yang memanjangkan jenggot mereka, atau orang yang makan berjama’ah dengan menggunakan shahfah (nampan), mengambil suapan yang jatuh dan menjilati tangan, ini semua dan yang semisalnya adalah kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam.
2. Istihza’ yang Tidak Nampak (Tidak Langsung)
Seperti mengejek dengan isyarat mata atau mengeluarkan lidah, mencibirkan bibir, atau dengan isyarat tangan terhadap orang-orang yang sedang membaca al-Qur’an atau Hadits-hadits Rasulullah atau terhadap orang-orang yang sedang melakukan amar ma’ruf nahi munkar. (at-Tanbihat al-Mukhtasharah hal 73).

APAKAH DITERIMA TAUBAT DARI ORANG YANG MENCELA ALLAH DAN RASUL-NYA
Berkata Syaikh ‘Utsaimin: ‘Para ulama berselisih, apakah orang yang mencela Allah dan Rasul-Nya atau kitab-Nya diterima taubatnya?
Dalam masalah ini ada dua pendapat:
1. Tidak diterima taubatnya, (ini adalah pendapat yang masyhur dikalangan Hambali) tetapi dia (si pencela tersebut) dibunuh dalam keadaan kafir. Dia tidak dishalatkan, tidak pula dido’akan rahmat baginya. Dia dikubur di tempat yang jauh dari pekuburan kaum Muslimin, walaupun dia mengatakan bahwa dia sudah taubat atau mengaku bersalah. Sebab menurut madzhab Hambali, kemurtadannya tersebut merupakan perkara yang besar sehingga taubatnya tidak bermanfaat.
2. Sebagian ulama berpendapat bahwa taubatnya diterima jika diketahui bahwa ia sungguh-sungguh jujur bertaubat kepada Allah , dan mengaku bahwa dirinya telah bersalah. Karena dalil-dalil umum menunjukkan diterimanya taubat, seperti firman Allah yang artinya:
Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (az-Zumar: 53)
Pendapat yang kedua ini adalah benar, hanya saja orang yang mencela Rasulullah diterima taubatnya namun tetap wajib dibunuh. Hal ini berbeda dengan orang yang mencela Allah yang diterima taubatnya dan tidak dibunuh. Bukan berarti karena hak Allah berada di bawah hak Rasulullah , bahkan karena Allah akan mengkabarkan kepada kita bahwa Allah akan memaafkan hamba-Nya yang bertaubat karena Allah Maha mengampuni seluruh dosa.

LARANGAN DUDUK DENGAN ORANG-ORANG YANG BERISTIHZA’
Wajib bagi kita untuk meninggalkan para pencela yang sedang mengejek dan memperolok-olokkan syari’at Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka adalah keluarga terdekat kita. Kita tidak bermajelis dengan mereka sehingga tidak termasuk golongan mereka.
Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olok, maka janganlah kamu duduk bersama mereka (yang mengolok-olok tersebut), sehingga mereka memasuki pembicaraan lain. Karena sesungguhnya (jika kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. (An-Nisaa’:140).
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olok ayat-ayat Kami maka tinggalkanlah sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini) maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat akan larangan itu. (al-An’am: 68.
Seseorang yang mendengar ayat-ayat Allah sedang dihina dan diperolok-olokkan oleh sekelompok orang, namun dia duduk-duduk dan ridha dengan mereka, maka dia sama dengan mereka, baik dosa maupun kekafiran. (at-Tanbihat al-Mukhtasar hal 74).

PERINGATAN
Apa yang telah kami sebutkan di atas tentang kafirnya orang yang mencela atau beristihza’ terhadap Allah, Rasul-Nya atau syari’at-Nya tidaklah berlaku umum bagi setiap orang yang melakukan istihza’ atau pencelaan. Karena masalah pengkafiran adalah masalah yang sangat besar. Jika kita mendengar ada seseorang yang telah melakukan istihza’ atau pencelaan, hendaklah kita menasehati dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang dilakukannya itu adalah hal yang sangat berbahaya. Atau dengan kata lain kita terlebih dahulu menegakkan hujjah kepadanya. Jangan sampai kita sembarang mengkafirkan saudara kita. Rasulullah bersabda: Barangsiapa yang memanggil seseorang dengan kekafiran atau berkata: “wahai musuh Allah”, dan ternyata tidak benar, maka perkataan itu) kembali padanya. (HSR. Bukhari dan Muslim).
Jika kita telah menasehati dan menjelaskan kepadanya lantas ia bertaubat, maka alhamdulillah. Namun jika ia tetap beristihza’ dan mencela, maka hendaknya kita kembalikan masalah pengkafirannya kepada para ulama’. Jangan sampai kita gegabah dan ceroboh. Dan semoga Allah menjauhkan kita sekalian dari perbuatan istihza’ tersebut. Wallahu a’lamu bis shawab.

Maraji’:
- Kitab Tauhid I (terjemah) karya DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan.
Majalah As-Sunnah Edisi 09/Th.IV/1421-2000. Hal.36-43.:

Namimah (Adu domba)

Definisi Namimah

Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan bahwa namimah adalah mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara seseorang dengan si pembicara. Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaani rahimahullah mengatakan bahwa namimah tidak khusus itu saja. Namun intinya adalah membeberkan sesuatu yang tidak suka untuk dibeberkan. Baik yang tidak suka adalah pihak yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun pihak lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa perkataan maupun perbuatan. Baik berupa aib ataupun bukan.

Hukum dan Ancaman Syariat Terhadap Pelaku Namimah

Namimah hukumnya haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan haramnya namimah dari Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (QS. Al Qalam: 10-11)
Dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu disebutkan, “Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu domba).” (HR. Al Bukhari)

Ibnu Katsir menjelaskan, “Al qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba.”

Perkataan “Tidak akan masuk surga…” sebagaimana disebutkan dalam hadist di atas bukan berarti bahwa pelaku namimah itu kekal di neraka. Maksudnya adalah ia tidak bisa langsung masuk surga. Inilah madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah untuk tidak mengkafirkan seorang muslim karena dosa besar yang dilakukannya selama ia tidak menghalalkannya (kecuali jika dosa tersebut berstatus kufur akbar semisal mempraktekkan sihir -ed).

Pelaku namimah juga diancam dengan adzab di alam kubur. Ibnu Abbas meriwayatkan, “(suatu hari) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan lalu berkata, lalu bersabda, “Sesungguhnya penghuni kedua kubur ini sedang diadzab. Dan keduanya bukanlah diadzab karena perkara yang berat untuk ditinggalkan. Yang pertama, tidak membersihkan diri dari air kencingnya. Sedang yang kedua, berjalan kesana kemari menyebarkan namimah.” (HR. Al-Bukhari)

Sikap Terhadap Pelaku Namimah

Imam An-Nawawi berkata, “Dan setiap orang yang disampaikan kepadanya perkataan namimah, dikatakan kepadanya: “Fulan telah berkata tentangmu begini begini. Atau melakukan ini dan ini terhadapmu,” maka hendaklah ia melakukan enam perkara berikut:
1. Tidak membenarkan perkataannya. Karena tukang namimah adalah orang fasik.
2. Mencegahnya dari perbuatan tersebut, menasehatinya dan mencela perbuatannya.
3. Membencinya karena Allah, karena ia adalah orang yang dibenci di sisi Allah. Maka wajib membenci orang yang dibenci oleh Allah.
4. Tidak berprasangka buruk kepada saudaranya yang dikomentari negatif oleh pelaku namimah.
5. Tidak memata-matai atau mencari-cari aib saudaranya dikarenakan namimah yang didengarnya.
6. Tidak membiarkan dirinya ikut melakukan namimah tersebut, sedangkan dirinya sendiri melarangnya. Janganlah ia menyebarkan perkataan namimah itu dengan mengatakan, “Fulan telah menyampaikan padaku begini dan begini.” Dengan begitu ia telah menjadi tukang namimah karena ia telah melakukan perkara yang dilarang tersebut.”.


Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Seseorang selayaknya memikirkan apa yang hendak diucapkannya. Dan hendaklah dia membayangkan akibatnya. Jika tampak baginya bahwa ucapannya akan benar-benar mendatangkan kebaikan tanpa menimbulkan unsur kerusakan serta tidak menjerumuskan ke dalam larangan, maka dia boleh mengucapkannya. Jika sebaliknya, maka lebih baik dia diam.”

Bagaimana Melepaskan Diri dari Perbuatan Namimah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, saling membenci, saling bermusuhan, dan janganlah kamu menjual barang serupa yang sedang ditawarkan saudaramu kepada orang lain, dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim)

Berusaha dan bersungguh-sungguhlah untuk menjaga lisan dan menahannya dari perkataan yang tidak berguna, apalagi dari perkataan yang karenanya saudara kita tersakiti dan terdzalimi. Bukankah mulut seorang mukmin tidak akan berkata kecuali yang baik.

Semoga Allah Ta’ala selalu melindungi kita dari kejahatan lisan kita dan tidak memasukkan kita ke dalam golongan manusia yang merugi di akhirat dikarenakan lisan yang tidak terjaga. wallahu'alam bish showab!!

***
Diringkas dari Petaka Lisan Menurut A-Qur’an dan Sunnah
(Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthaani)

Artikel www.muslimah.or.id

Hukum mengenakan pakaian yang bergambar?

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mengenakan pakaian yang bergambar ?... Lihat Selengkapnya

Jawaban
Seseorang dilarang untuk mengenakan pakaian yang bergambar hewan atau manusia, dan juga dilarang untuk mengenakan sorban serta jubah atau yang menyerupai itu yang didalamnya terdapat gambar hewan atau manusia atau makhluk bernyawa lainnya. Karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah menegaskan hal itu dengan sabdanya.

"Artinya : Malaikat enggan memasuki rumah yang didalamnya terdapat lukisan".[Hadits Riwayat Al-Bukhari, bab Bad’ul Khalq 3226, Muslim bab Al-Libas 2106]

Maka dari itu hendaklah seseorang tidak menyimpan atau memiliki gambar berupa foto-foto yang oleh sebaigian orang dianggap sebagai album kenangan, maka wajib baginya untuk menanggalkan foto-foto tersebut, baik yang ditempel di dinding, ataupun yang disimpan dalam labum dan lain sebagainya. Karena keberadaan benda-benda tersebut menyebabkan malaikat haram (enggan) memasuki rumah mereka. Hadits yang menunjukkan hal itu adalah hadits shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Wallahu a'lam

[Ibn Utsaimin, Al-Majmu Ats-Tsamin, hal 199]

MENYIMPAN FOTO SEBAGAI KENANGAN

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum menyimpan gambar atau foto sebagai kenangan ?

Jawaban.
Menyimpan gambar atau foto untuk dijadikan sebagai kenangan adalah haram, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa malaikat enggan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar. Hal ini menunjukkan bahwa menyimpan gambar atau foto di dalam rumah hukumnya adalah haram. Semoga Allah memberi kita pertolongan.

[Ibn Utsaimin, Al-Majmu Ats-Tsamin, hal 200]
Adapun hukum shalat dengan menggunakan pakaian yang bergambar / bernyawa, maka shalatnya tetap sah walau tingkat pelarangannya di waktu shalat tentu lebih besar daripada di luar shalat. Wallahu a'lam, wa barokallahu fik

Syirik Kecil (Ashgar)

* Apa syirik kecil itu?

Jawab:

Syirik kecil adalah riya`, dengan dalil firman Allah:

Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Rabb-nya, hendaklah beramal shalih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Allah dengan seorangpun. (al-Kahfi: 110)

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kamu semua adalah syirik kecil (riya`). (HR.Ahmad, shahih)

Termasuk syirik kecil, perkataan seseorang: Kalau tidak karena Allah dan si anu atau kehendak Allah dan kehendakmu.

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

Jangan berkata: Jika Allah menghendaki dan si anu menghendaki` tetapi katakanlah: jika Allah menghendaki kemudian si anu menghendaki. (HR.Abu Dawud: shahih)

* Bolehkah bersumpah dengan selain Allah?

Jawab:

Tidak boleh, dengan dalil firman Allah:

Katakanlah: Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan ... (at-Taghaabun:7)

Dan sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:

Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah musyrik. (HR.Ahmad: shahih)

Barangsiapa yang bersumpah hendaklah bersumpah dengan Allah atau diam saja. (HR.Bukhari-Muslim)

-------------------

Diambil dari: Khud Aqidataka, Penulis: Muhammad bin Jamil Zainu, Edisi Indonesia:Koreksi Aqidahmu, Penerjemah:Abu Hamdan, Penerbit:Pustaka Istiqomah, Surakarta, Cetakan I, Rajab 1415 H

Pangeran Charles: Prinsip Spiritual Islam selamatkan Dunia

Pangeran Charles: Prinsip Spiritual Islam Selamatkan Dunia

London (ANTARA) - Putera Mahkota Kerajaan Inggris Pangeran Charles mengakui, mengikuti prinsip-prinsip spiritual Islam akan dapat menyelamatkan dunia.

Hal itu disampaikan Pangeran Charles dalam pidatonya yang bertema "Islam and the Environment" di gedung Sheldonian Teater, Universitas Oxford, Oxford, Inggris, demikian dilaporkan harian terkemuka Inggris Daily Mail, Kamis.

Dalam ceramahnya selama satu jam di hadapan para sarjana studi Islam di Oxford, Pangeran Charles berargumen bahwa kehancuran manusia dunia terutama bertentangan dengan Islam.

Untuk itu ia mendesak dunia untuk mengikuti prinsip-prinsip spiritual Islam untuk melindungi lingkungan.

Menurut ayah Pangeran William dan Harry, arus `pembagian` antara manusia dan alam ini disebabkan bukan hanya oleh industrialisasi tetapi juga oleh sikap kita terhadap lingkungan - yang bertentangan dengan butir-butir "tradisi suci".

Pangeran itu yang menganut agama Kristen yang akan menjadi kepala Gereja Inggris bila naik tahta menjadi Raja Inggris berbicara secara mendalam mengenai Alquran yang dipelajarinya sendiri.

Charles mengatakan bahwa "tidak ada pemisahan antara manusia dan alam" dan mengatakan "kita harus selalu hidup dalam lingkungan yang terbatas."

Ia berbicara kepada para sarjana di Pusat Studi Islam Oxford dalam rangka dan mencoba untuk mendorong pemahaman yang lebih baik dari budaya dan peradaban agama.

Dalam pidato menandai ulang tahun ke-25 Pusat Studi Islam Oxford, tempat ia menjadi pelindungnya, Charles mengajak untuk memahami agama dengan mata pelajaran favorit lain seperti lingkungan.

"Islam selalu mengajarkan keseimbangan dan bila kita mengabaikannya sangat bertentangan dengan penciptaan," demikian Pangeran Charles.

Hukum Wanita memakai celana panjang bagi Wanita

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Tanya :
Apa hukum memakai celana panjang sebagaimana yang telah menjadi kebiasaan di tengah-tengah kaum wanita dewasa ini?

Jawab :
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Salawat dan salam atas Nabi kita Muhammad, kepada keluarganya, sahabatnya dan siapa saja yang mengikutinya dengan ihsan sampai hari kiamat.
Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya nasihatkan terlebih dahulu kepada para lelaki mukmin agar menjadi pengayom keluarganya yang merupakan tanggung jawabnya, baik putra putrinya, istri, saudara perempuan, maupun selain mereka. Hendaklah dia bertakwa kepada Allah akan pengayoman ini dan janganlah membiarkan wanita begitu saja tanpa pengawasan, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah aku melihat yang kurang akal dan agamanya lebih menghilangkan akal laki-laki dewasa daripada salah seorang diantara kalian (para wanita)”. (HR. Bukhari dalam kitab al-Haidh no. 298 dan Muslim dalam kitab al-Iman hadits no. 80).
Dalam hal ini saya anjurkan, janganlah orang-orang Islam mengekor dibelakang mode ini yang masuk dari sana-sini yang kebanyakannya tidak sesuai dengan pakaian yang menutup aurat secara sempurna. Seperti pakaian yang pendek (mini), sempit (ketat), atau tipis (transparan) yang diantaranya adalah “celana panjang”. Celana panjang ini menampakkan lekukan kaki demikian pula dalam hal ini pakaian yang membentuk perut, buah dada dan bagian tubuh yang lain. Maka mengenakannya masuk dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada dua kelompok penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya : kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul manusia, dan perempuan yang memakai pakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok lagi condong, kepala mereka seperti punuk onta yang miring. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan wanginya surga, padahal wangi surga dicium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Libas no. 2128)
Nasihat saya kepada wanita muslimah dan kepada lelaki mukminin hendaklah mereka takut kepada Allah. Hendaklah mereka menjaga pakaian yang Islami yang menutup aurat. Janganlah membuang harta dengan membeli pakaian-pakaian yang seperti itu. Allah-lah pemberi taufik.

[Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah II/63].

Adakah diantara kalian yang bernama ainul mardhiyah?

Dalam suatu kisah yang dipaparkan Al Yafi'i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At Taubah ayat 111.

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan sorga untuk mereka". Selesai ayat itu dibaca, seorang anak muda yang berusia 15 tahun atau lebih bangkit dari tempat duduknya. Ia mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal. Ia berkata:"Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu'min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?" "Ya, benar, anak muda" kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:"Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan sorga."

Anak muda itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan. Hanya kuda dan pedangnya saja yang tidak. Sampai tiba waktu pemberangkatan pasukan, ternyata pemuda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.

Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak:"Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah . ." Kami menduga dia mulai ragu dan pikirannya kacau, kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu.
Ia menjawab: "Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata: "Pergilah kepada Ainul Mardiyah." Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku , mereka bergembira seraya berkata: "Inilah suami Ainul Mardhiyah . . . . ."

"Assalamu'alaikum" kataku bersalam kepada mereka. "Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?" Mereka menjawab salamku dan berkata: "Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu" Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.

Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: "Hai Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang . ..."

Ketika aku dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: "Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu." Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: "Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama".

Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka ditubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia. ( Irsyadul Ibad ).

Yahudi bukan Israel

Sungguh sangat memprihatinkan, banyak di antara kaum muslimin sering tidak sadar dan lepas kontrol ketika berbicara. Tidak hanya terjadi pada orang awam, bisa kita katakan juga terjadi pada sebagian besar pelajar atau bahkan mereka yang merasa memiliki banyak tsaqafah islamiyah.

Barangkali mereka lupa atau mungkin tidak tahu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّم

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya ada seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan murka Allah, diucapkan tanpa kontrol akan tetapi menjerumuskan dia ke neraka.” (HR. Al Bukhari 6478)

Al Hafidz Ibn Hajar berkata dalam Fathul Bari ketika menjelaskan hadis ini, yang dimaksud diucapkan tanpa kontrol adalah tidak direnungkan bahayanya, tidak dipikirkan akibatnya, dan tidak diperkirakan dampak yang ditimbulkan. Hal ini semisal dengan firman Allah ketika menyebutkan tentang tuduhan terhadap Aisyah:

وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْد اللَّه عَظِيم

“Mereka sangka itu perkara ringan, padahal itu perkara besar bagi Allah.” (QS. An-Nur: 15)

Oleh karena itu, pada artikel ini -dengan memohon pertolongan kepada Allah- penulis ingin mengingatkan satu hal terkait dengan ayat dan hadis di atas, yaitu sebuah ungkapan penamaan yang begitu mendarah daging di kalangan kaum muslimin, sekali lagi tidak hanya terjadi pada orang awam namun juga terjadi pada mereka yang mengaku paham terhadap tsaqafah islamiyah. Ungkapan yang kami maksud adalah penamaan YAHUDI dengan ISRAEL. Tulisan ini banyak kami turunkan dari sebuah risalah yang ditulis oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafidzhahullah yang berjudul “Penamaan Negeri Yahudi yang Terkutuk dengan Israel”.

Tidak diragukan bahkan seolah telah menjadi kesepakatan dunia termasuk kaum muslimin bahwa negeri yahudi terlaknat yang menjajah Palestina bernama Israel. Bahkan mereka yang mengaku sangat membenci yahudi -sampai melakukan boikot produk-produk yang diduga menyumbangkan dana bagi yahudi- turut menamakan yahudi dengan israel. Akan tetapi sangat disayangkan tidak ada seorang pun yang mengingatkan bahaya besar penamaan ini.

Perlu diketahui dan dicamkan dalam benak hati setiap muslim bahwa ISRAIL adalah nama lain dari seorang Nabi yang mulia, keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yaitu Nabi Ya’qub ‘alaihis salam. Allah ta’ala berfirman:

كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ

“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.” (QS. Ali Imran: 93)

Israil yang pada ayat di atas adalah nama lain dari Nabi Ya’qub ‘alaihis salam. Dan nama ini diakui sendiri oleh orang-orang yahudi, sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu: “Sekelompok orang yahudi mendatangi Nabi untuk menanyakan empat hal yang hanya diketahui oleh seorang nabi. Pada salah satu jawabannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Apakah kalian mengakui bahwa Israil adalah Ya’qub?” Mereka menjawab: “Ya, betul.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ya Allah, saksikanlah.” (HR. Daud At-Thayalisy 2846)

Kata “Israil” merupakan susunan dua kata israa dan iil yang dalam bahasa arab artinya shafwatullah (kekasih Allah). Ada juga yang mengatakan israa dalam bahasa arab artinya ‘abdun (hamba), sedangkan iil artinya Allah, sehingga Israil dalam bahasa arab artinya ‘Abdullah (hamba Allah). (lihat Tafsir At Thabari dan Al Kasyaf ketika menjelaskan tafsir surat Al Baqarah ayat 40)

Telah diketahui bersama bahwa Nabi Ya’qub adalah seorang nabi yang memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah ta’ala. Allah banyak memujinya di berbagai ayat al Qur’an. Jika kita mengetahui hal ini, maka dengan alasan apa nama Israil yang mulia disematkan kepada orang-orang yahudi terlaknat. Terlebih lagi ketika umat islam menggunakan nama ini dalam konteks kalimat yang negatif, diucapkan dengan disertai perasaan kebencian yang memuncak; Biadab Israil… Israil bangsat… Keparat Israil… Atau dimuat di majalah-majalah dan media massa yang dinisbahkan pada islam, bahkan dijadikan sebagai Head Line News; Israil membantai kaum muslimin… Agresi militer Israil ke Palestina… Israil penjajah dunia…. Dan seterusnya… namun sekali lagi, yang sangat fatal adalah ketika hal ini diucapkan tidak ada pengingkaran atau bahkan tidak merasa bersalah.

Mungkin perlu kita renungkan, pernahkah orang yang mengucapkan kalimat-kalimat di atas merasa bahwa dirinya telah menghina Nabi Ya’qub ‘alaihis salam? pernahkah orang-orang yang menulis kalimat ini di majalah-majalah yang berlabel islam dan mengajak kaum muslimin untuk mengobarkan jihad, merasa bahwa dirinya telah membuat tuduhan dusta kepada Nabi Ya’qub ‘alaihis salam? mengapa mereka tidak membayangkan bahwasanya bisa jadi ungkapan-ungkapan salah kaprah ini akan mendatangkan murka Allah – wal ‘iyaadzu billaah – karena isinya adalah pelecehan dan tuduhan bohong kepada Nabi Ya’qub ‘alaihis salam. Mengapa tidak disadari bahwa Nabi Ya’qub ‘alaihis salam tidak ikut serta dalam perbuatan orang-orang yahudi dan bahkan beliau berlepas diri dari perbuatan mereka yang keparat. Pernahkah mereka berfikir, apakah Nabi Israil ‘alaihis salam ridha andaikan beliau masih hidup?!

Allah ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

“Orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 58)

Allah menyatakan, menyakiti orang mukmin biasa laki-laki maupun wanita sementara yang disakiti tidak melakukan kesalahan dianggap sebagai perbuatan dosa, bagaimana lagi jika yang disakiti adalah seorang Nabi yang mulia, tentu bisa dipastikan dosanya lebih besar dari pada sekedar menyakiti orang mukmin biasa.

Satu hal yang perlu disadari oleh setiap muslim, penamaan negeri yahudi dengan Israil termasuk salah satu di antara sekian banyak konspirasi (makar) yahudi terhadap dunia. Mereka tutupi kehinaan nama asli mereka YAHUDI dengan nama Bapak mereka yang mulia Nabi Israil ‘alaihis salam. Karena bisa jadi mereka sadar bahwa nama YAHUDI telah disepakati jeleknya oleh seluruh dunia, mengingat Allah telah mencela nama ini dalam banyak ayat di Al-Qur’an.

Kita tidak mengingkari bahwa orang-orang yahudi merupakan keturunan Nabi Israil ‘alaihis salam, akan tetapi ini bukan berarti diperbolehkan menamakan yahudi dengan nama yang mulia ini. Bahkan yang berhak menyandang nama dan warisan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan para nabi yang lainnya adalah kaum muslimin dan bukan yahudi yang kafir. Allah ta’ala berfirman:

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali Imran: 67)

إن أولى الناس بإبراهيم للذين اتبعوه وهذا النبي والذين آمنوا والله ولي المؤمنين

“Sesungguhnya orang yang paling berhak terhadap Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini, beserta orang-orang yang beriman, dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 68)

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita dan seluruh kaum muslimin untuk mengucapkan dan melakukan perbuatan yang dicintai dan di ridai oleh Allah ta’ala.
“Sedikitpun kami tidak berniat menghina Nabi Ya’qub ‘alaihis salam dalam penggunaan kalimat-kalimat ini sebaliknya, yang kami maksud adalah yahudi…”

Barangkali ini salah satu pertanyaan yang akan dilontarkan oleh sebagian kaum muslimin ketika menerima nasihat ini. Maka jawaban singkat yang mungkin bisa kita berikan: Justru inilah yang berbahaya, seseorang melakukan sesuatu yang salah namun dia tidak sadar kalau dirinya sedang melakukan kesalahan. Bisa jadi hal ini tercakup dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas. Bukankah semua pelaku perbuatan bid’ah tidak berniat buruk ketika melakukan kebid’ahannya, namun justru inilah yang menyebabkan dosa perbuatan bid’ah tingkatannya lebih besar dari melakukan dosa besar.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah di Mekkah, Orang-orang musyrikin Quraisy mengganti nama Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Mudzammam (manusia tercela) sebagai kebalikan dari nama asli Beliau Muhammad (manusia terpuji). Mereka gunakan nama Mudzammam ini untuk menghina dan melaknat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. misalnya mereka mengatakan; “terlaknat Mudzammam”, “terkutuk Mudzammam”, dan seterusnya. Dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merasa dicela dan dilaknat, karena yang dicela dan dilaknat orang-orang kafir adalah “Mudzammam” bukan “Muhammad”, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ألا تعجبون كيف يصرف الله عني شتم قريش ولعنهم يشتمون مذمماً ويلعنون مذمماً وأنا محمد

“Tidakkah kalian heran, bagaimana Allah mengalihkan dariku celaan dan laknat orang Quraisy kepadaku, mereka mencela dan melaknat Mudzammam sedangkan aku Muhammad.” (HR. Ahmad & Al Bukhari)

Meskipun maksud orang Quraisy adalah mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun karena yang digunakan bukan nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Beliau tidak menilai itu sebagai penghinaan untuknya. Dan ini dinilai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk mengalihkan penghinaan terhadap dirinya. Oleh karena itu, bisa jadi orang-orang Yahudi tidak merasa terhina dan dijelek-jelekkan karena yang dicela bukan nama mereka namun nama Nabi Ya’qub ‘alaihis salam.

Di samping itu, Allah juga melarang seseorang mengucapkan sesuatu yang menjadi pemicu munculnya sesuatu yang haram. Allah melarang kaum muslimin untuk menghina sesembahan orang-orang musyrikin, karena akan menyebabkan mereka membalas penghinaan ini dengan menghina Allah ta’ala. Allah berfirman:

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa ilmu.” (QS. Al An’am: 108)

Allah ta’ala melarang kaum muslimin yang hukum asalnya boleh atau bahkan disyari’atkan – menghina sesembahan orang musyrik – karena bisa menjadi sebab orang musyrik menghina Allah subhanahu wa ta’ala. Dan kita yakin dengan seyakin-yakinnya, tidak mungkin para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang menyaksikan turunnya ayat ini memiliki niatan sedikitpun untuk menghina Allah ta’ala. Maka bisa kita bayangkan, jika ucapan yang menjadi sebab celaan terhadap kebenaran secara tidak langsung saja dilarang, bagaimana lagi jika celaan itu keluar langsung dari mulut kaum muslimin meskipun mereka tidak berniat untuk menghina Nabi Israil ‘alaihis salam.

* * *

Cuma sebatas istilah, yang pentingkan esensinya… bahkan para ulama’ memiliki kaidah “Tidak perlu memperdebatkan istilah.”

Di atas telah dipaparkan bahwa menamakan negeri yahudi dengan Israil merupakan celaan terhadap Nabi Israil ‘alaihis salam, baik langsung maupun tidak langsung, baik diniatkan untuk mencela maupun tidak, semuanya dihitung mencela Nabi Israil ‘alaihis salam tanpa terkecuali. Dan kaum muslimin yang sejati selayaknya tidak meremehkan setiap perbuatan dosa atau perbuatan yang mengundang dosa. Karena dengan meremahkannya akan menyebabkan perbuatan yang mungkin nilainya kecil menjadi besar. Sebagaimana dijelaskan oleh sebagian ulama bahwa di antara salah satu penyebab dosa kecil menjadi dosa besar adalah ketika pelakunya meremehkan dosa kecil tersebut.

Bahkan kita telah memahami bahwa mencela, menghina, melakukan tuduhan dusta kepada seorang Nabi adalah dosa besar. Akankah hal ini kita anggap ini biasa?! Sekali lagi, akan sangat membahayakan bagi seseorang, ketika dia mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan murka Allah, sementara dia tidak sadar. Mereka sangka itu perkara ringan, padahal itu perkara besar bagi Allah. (QS. An-Nur: 15)

Untuk kaidah “Tidak perlu memperdebatkan istilah”, kita tidak mengingkari keabsahan kaidah ini mengingat ungkapan tersebut merupakan kaidah yang masyhur di kalangan para ulama’. Akan tetapi maksud kaidah ini tidaklah melegalkan penamaan Yahudi dengan Israel. Karena kaidah ini berlaku ketika makna istilah tersebut sudah diketahui tidak menyimpang, sebagaimana yang dipaparkan oleh Abu Hamid Al Ghazali dalam bukunya Al Mustashfaa fi Ilmil Ushul.

Istilah Israil untuk negeri yahudi telah menjadi konsensus (kesepakatan) dunia. Kita cuma ikut-ikutan…

Setiap kaum muslimin selayaknya berusaha menjaga syi’ar-syi’ar islam, misalnya dengan belajar bahasa arab (baik lisan maupun tulisan), menghafalkan Al Qur’an, dan termasuk dalam hal ini adalah membiasakan diri untuk menggunakan istilah-istilah yang Allah gunakan dalam Al Qur’an atau dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama istilah tersebut dapat dipahami orang lain.

Sebagai bentuk pemeliharaan terhadap syi’ar islam, para sahabat terutama Umar Ibn Al Khattab radhiyallahu ‘anhu sangat menekankan agar umat islam mempelajari bahasa arab. Beliau pernah mengatakan: “Pelajarilah bahasa arab, karena itu bagian dari agama kalian.” Beliau juga mengatakan: “Hati-hati kalian dengan bahasa selain bahasa arab.” Umar radhiyallahu ‘anhu membenci kaum muslimin membiasakan diri dengan berbicara selain bahasa arab tanpa ada kebutuhan, dan ini juga yang dipahami oleh para sahabat lainnya radhiyallahu ‘anhum. Mereka (para sahabat radhiyallahu ‘anhum) menganggap bahasa arab sebagai konsekuensi agama, sedangkan bahasa yang lainnya termasuk syi’ar kemunafikan. Karena itu, ketika para sahabat berhasil menaklukkan satu negeri tertentu, mereka segera mengajarkan bahasa arab kepada penduduknya meskipun penuh dengan kesulitan. (lihat Muqaddimah Iqtidla’ Shirathal Mustaqim, Syaikh Nashir al ‘Aql)

Dalam bahasa arab, waktu sepertiga malam yang awal dinamakan ‘atamah. Orang-orang arab badui di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kebiasaan menamai shalat Isya’ dengan nama waktu pelaksanaan shalat isya’ yaitu ‘atamah. Kebiasaan ini kemudian diikuti oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum dengan menamakan shalat isya’ dengan shalat ‘atamah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka melalui sabdanya:

لا يغلبنكم الأعراب على اسم صلاتكم فإنها العشاء إنما يدعونها العتمة لإعتامهم بالإبل لحلابها

“Janganlah kalian ikut-ikutan orang arab badui dalam menamai shalat kalian, sesungguhnya dia adalah shalat Isya’, sedangkan orang badui menamai shalat isya dengan ‘atamah karena mereka mengakhirkan memerah susu unta sampai waktu malam.” (HR. Ahmad, dinyatakan Syaikh Al Arnauth sanadnya sesuai dengan syarat Muslim)

Al Quthuby mengatakan: “Agar nama shalat isya’ tidak diganti dengan nama selain yang Allah berikan, dan ini adalah bimbingan untuk memilih istilah yang lebih utama bukan karena haram digunakan dan tidak pula menunjukkan bahwa penggunaan istilah ‘atamah tidak diperbolehkan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggunakan istilah ini dalam hadisnya…” (‘Umdatul Qori Syarh Shahih Al Bukhari karya Al ‘Aini)

Demikianlah yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dalam menjaga syi’ar islam. Sampai menjaga istilah-istilah yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal penggunaan istilah asing dalam penamaan shalat isya’ tidak sampai derajat haram, karena tidak mengandung makna yang buruk.

***

Lalu dengan apa kita menamai mereka?! Kita menamai mereka sebagaimana nama yang Allah berikan dalam Al-Qur’an, YAHUDI dan bukan ISRAEL. Dan sebagaimana disampaikan di atas, hendaknya setiap muslim membiasakan diri dalam menamakan sesuatu sesuai dengan yang Allah berikan. Hendaknya kita namakan orang-orang yang mengaku pengikut Nabi Isa ‘alahis salam dengan NASRANI bukan KRISTIANI, kita namakan hari MINGGU dengan AHAD bukan MINGGU, kita namakan shalat dengan SHALAT bukan SEMBAHYANG dan seterusnya selama itu bisa dipahami oleh orang yang diajak bicara, sebagai bentuk penghormatan kita terhadap syi’ar-syi’ar agama islam. Wallaahu waliyyut taufiiq…

***

Tiga yang haram

Dalam Shahih Al Bukhari disebutkan hadits Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari, dia mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Akan ada dari umatku kaum yang menghalalkan zina dan sutera, khamr dan alat musik.”
Dalam hadits tersebut alat-alat musik dikaitkan dengan khamr dari sisi keharamannya. Karena khamr mengotori jasad dan akal pikiran dan nyanyian mengotori ruh (jiwa) sehingga mabuklah seseorang karenanya. Apabila telah tergabung dalam diri seseorang kotoran jasad, akal pikiran, dan jiwa maka tercipta sebuah kejahatan yang besar yang menakutkan.

Pentingnya ilmu syar'i

Ketika era th 2001 telah memasuki ruang kehidupan kita, maka semakin kita maju tatanan ilmu pengetahuan dan teknologinya, dimana telah mampu mengubah sikap dan pandangan hidup manusia terhadap keberadaan dirinya dan terhadap alam beserta isinya. Kemampuan iptek tersebut mampu menentramkan jiwa dan tubuh kita dengan berbagai kemudahan yang dimilikinya sebagai suatu kekayaan juga mendatangkan manfaat yang cukup besar bagi sejarah budaya dan peradapan makhluk Allah SWT yang mulia ini misalnya dulu ketika jaman kakek moyang kita ke tempat pedesaan terpencil dengan mersikil(jalan kaki) tetapi sekarang dengan mercedes.

Tetapi dibalik itu, telah mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan dan mengarah pada kebodohan ataupun kemalasan dalam beragama. Walaupun telah didengung-dengungkan setimbang dunia dan akherat namun kenyataannya semakin kita mengejar ketinggalan dalam ilmu pengetahuan teknologi semakin jauh juga kita meninggalkan agama Islam ini entah karena lalai ataupun menyepelekan ilmu agama dengan memilah-milah informasi yang kita terima.

Lho buktinya ? Bisa jadi kita faham nama ilmuwan dan penemuannya seperti Albert Einstein dengan E=MC2 , Thomas Alva Edison dengan bola lampunya, ataupun Alexander Graham Bell dengan teleponnya, dll. Namun kita lalai atau tidak tahu ketika ditanya nama ulama dengan hasil karyanya seperti Imam Malik..?Imam Syafi'i...?, Imam Ahmad...? Imam Ibnu Katsier..? dst. (Jawabannya diakhir tulisan).

Juga bisa saja kita tanyai seseorang siapakah pahlawan-pahlawan nasional yang berperan dalam perang kemerdekaan maka jawabannya...survey membuktikan !?(lho..) Namun apabila ditanya siapakah mujahidin-mujahidin dalam perang Badar yang dijamin masuk surga ? ...Maka jawabannya (umumnya)tidak tahu atau sebentar lihat buku sejarah nabi dulu! Atau kalau dia ditanya bagaimanakah cara menjalankan progam internet explorer misalnya maka akan lancar kita terangkan bagaimana mengaktivkannya, lalu memilih ikon-ikonnya dan memilih menu-menu mana yang wajib digunakan, lebih baik dipakai atau ditinggalkan maupun dinon-aktivkan, maka kita yang pernah belajar di sekolah maupun di rumah insya'Allah pasti bisa menerangkan.

Namun ketika ditanya bagaimana cara menjalankan shalat yang sesuai dengan tuntunan Nabi Shallahu Alaihi wa Sallam dengan dalilnya yang shahih, tentu kita akan kelabakan menjawabnya secara langsung karena umunya kita sholat menurut saja cara bapak kita ataupun guru kita tanpa bertanya dalilnya,jawabannya biasanya hanyalah: Pokoknya seperti ini caranya ! Karena jarang kita secara khusus belajar seperti belajar menjalankan MS Office juga explorer..

Di sini kita tidaklah semata-mata mempertanyakan materi informasinya (selama tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan hadist shahih dengan pemahaman Salafus sholeh) namun pada sedikitnya kita mempelajari ilmu agama Islam. Mungkin kita lupa sabda nabi tentang keutamaan ilmu Islam yang disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim hadist dari Mu'awiyah Radhiyallahu Anhu yang berkata aku mendengar Rasulullahllahu Alaihi wa Sallam bersabda (terj.)

Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah membuatnya memahami agama.

Atau yang disebutkan dalam Sunan-sunan dan Musnad-musnad hadist dari Shafwan bin Assal yang bekata bahwa aku berkata, Wahai Rasulullah, aku datang mencari ilmu.Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Selamat datang kepada penuntut ilmu. Sesungguhnya pencari ilmu itu dikelilingi para Malaikat dan dilindungi dengan sayap-sayapnya. Sebagian dari mereka menaiki sebagian yang lain hingga tiba di langit dunia karena kecintaan mereka terhadap apa yang dicari(penuntut ilmu).

Abu Abdullah Al-Hakim berkata,Sanad hadist diatas shahih. Dan kita tentu pernah mendengar Allah Subhanahu wa Ta'ala mencela orang bodoh dalam banyak ayat di dalam Kitab-Nya. Beberapa diantaranya (terj),

Tetapi kebanyakan mereka itu bodoh(Al-An'am: 111)
Tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. (Al-An'am:37) juga dijelaskan bahwa kebodohan termasuk sifat penghuni neraka Dan mereka berkata, Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan(peringatan itu) niscaya tidaklah kami temasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.Mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaan bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.(Al-Mulk:10-11)......

Oleh karena itu marilah kita bersama-sama untuk mengkaji apa-apa yang dibutuhkan sebagai hamba Allah agar kita tidak menyesal nantinya. Ingat umur kita yang hanya hidup sebentar di dunia dan kekal di akherat. .

Wallahu 'alamu bi showab. (ilh)


jawaban :
Imam Malik dengan Al Muwatha'
Imam Syafi'i dengan Al Umm
Imam Ahmad dengan Musnad Imam Ahmad
Imam Ibnu Katsier dengan Tafsir Ibnu Katsir
Untuk Qur'an, hadist dan penjelasannya dikutip dariBuah Ilmu Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terbitan Pustaka Azzam-Jakarta

Kesalahan-kesalahan dalam hal pakaian Laki-laki

Jangan biarkan waktu berlalu

Ada sebuah kata hikmah yang singkat namun sarat terhadap makna hidup yang sangat luas dan mendalam, yang terdiri dari 3 (tiga) suku kata arab, namun sangat representative untuk menggambarkan arti pentingnya waktu bagi kehidupan manusia, yaitu ungkapan 'al-waqtu huwa al-hayâh (Waktu adalah Kehidupan)'. Sekali lagi, yaitu 'Waktu adalah Kehidupan.'

Allah SWT Bersumpah dengan Waktu dan Bagiannya

Begitu pentingnya waktu bagi kehidupan manusia, sampai-sampai Allah SWT. bersumpah di banyak tempat dalam al-Qur`an al-Karim, dengan waktu dan bagian-bagiannya, seperti firman Allah SWT:

وَالْفَجْرِ، وَالضُّحَى، وَاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَالْعَصْرِ

Demi waktu fajar, Demi waktu Dhuha, Demi Malam, Demi Siang, Demi Waktu

Sesungguhnya Allah SWT, jika ia bersumpah dengan sesuatu, maka dengan sumpahnya itu, dengan sesuatu tersebut dimaksudkan untuk memalingkan atau mengalihkan pandangan kita kepada arti pentingnya hal tersebut sampai kita bertafakkur (berfikir) di dalam setiap bagian waktu selurugnya, ketika fajar, ketika dhuha, ketika malam, dan ketika siang dll.

Intropeksi Diri

Maka sudah selazimnya menjadi kewajiban bagi seorang muslim terhadap dirinya untuk melakukan muhâsabah an-nafsi 'intropeksi diri', yaitu menghitung-hitung dirinya atas tahun dan hari-hari yang telah ia lalui. Apa yang telah ia perbuat semasa itu, dan keuntungan apa yang peroleh, kerugian apa yang ia derita.

Seperti apa yang dilakukan oleh seorang bisnisman yang menginginkan kesuksesan dengan modalnya pada setiap tahunnya, ia menghitung-hitung kembali perdagangannya, berapa modal yang telah ia keluarkan, berapa pemasukannya, di mana ia mengalami kerugian dan apa masalahnya, dan di mana keuntungannya, berapa besar keuntungannya dari pada kerugiannya, ketika kerugiannya lebih besar dari pada keuntungannya maka ia menjadi sangat menyesal sekali dan mengalami kesedihan yang luar biasa, dan sebaiknya ketika keuntungannya lebih besar dari pada kerugiannya maka ia merasa senang dan bergembira sekali, untuk selanjutnya ia melakukan kalkulasi bisnisnya kembali, memenag dan membuat schedule untuk tahun berikutnya.

Seperti itulah kebanyakan dari kita, dalam hal yang terkait dengan urusan duniawi, sebegitu tingginya concern (perhatian) yang kita berikan dan sebegitu telitinya kita menghitung-hitung untung dan ruginya, serta sebegitu komitmennya kita dalam menjalankan schedule yang kita tetapkan. Padahal Allah SWT berfirman:

قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلُُ وَاْلأَخِرَةُ خَيْرُُ لِّمَنِ اتَّقَى وَلاَ تُظْلَمُونَ فَتِيلاً {77} سورة النساء

"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan anda tidak akan dianiaya sedikitpun."(QS. An-Nisaa:77)

Nabi Musa berkata di dalam al-Qur`an:

يَاقَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعُُ وَإِنَّ اْلأَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ {39} سورة المؤمن

"Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara, sesungguhnya akhirat itulah kesenangan yang kekal." (QS.40 : 39)

Sedangkan kematian adalah sesuatu yang sudah pasti, karena itu muhâsabatunnafsi merupakan suatu keharusan, seandainya ia tidak sanggup setiap hari untuk instropeksi/menghitungkan dirinya hendaklah dilakukan pada setiap pekan, maka kalaupun setiap pekan ia masih juga tak dapat melakukannya, maka hendaklah setiap bulan, dan kalau tidak bisa juga maka hendaklah ia melakukan instropeksi diri pada setiap tahun.

Optimalkan Amal

Waktu hidup manusia di dunia adalah umurnya, dan umur manusia merupakan rahasia Allah swt.. Kualitas umur seseorang sangat menentukan posisinya di alam kehidupan berikutnya. Jika dari waktunya diperuntukkan hanya karena Allah (lillâh) maka kematiannya adalah baik baginya. Namun sebaliknya jika waktu dan umurnya dihabiskan untuk menuruti kesenangan nafsu dan dan ambisi syahwat hewaninya maka kematiannya merupakan petaka besar baginya. Al-Hasan al-Bashri berkata,
"Wahai Bani Adam (manusia), sesungguhnya anda hanyalah "kumpulan hari-hari", maka jika hari telah berlalu berarti telah berlalu sebagian dirimu."
Ibnu Mas`ud ra. (salah seorang sahabat besar Rasulullah saw.) berkata:
"Tidak ada yang lebih aku sesali, kecuali bila matahari telah terbenam maka berkuranglah masa ajalku, namun tidak bertambah sedikitpun amalanku."
Berkata Khalifah Umar bin Abdul Aziz ra.,
"Sesungguhnya malam dan siang terus bekerja dalam dirimu, maka bekarjalah di dalam siang dan malammu."

Bekerjalah pada siang dan malammu, janganlah mengakhirkan pekerjaan siang untuk dikerjakan di malam harinya, dan janganlah mengakhirkan pekerjaan malam ke siang harinya. Janganlah pekerjaan hari ini di akhirkan hingga esok harinya dan janganlah pekerjaan esok karena malas diakhirkan hingga lusanya. Jangan katakan, "Nanti akan kuamalkan, sebentar lagi akan kukerjakan." Karena setiap manusia akan ditanya pada hari kiamat, mengenai umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang ilmunya sudahkah ia amalkan, dan tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan ?. Sebagaimana sabda nabi SAW:

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ (رواه الترمذي وقَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ )

Tidak akan bergeser kedua kaki manusia pada hari Kimat hingga (ia) ditanya tentang; tentang umurnya, untuk apa ia habiskan?, tentang ilmunya, sudahkan ia amalkan?, tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan?, tentang jasadnya, untuk apa ia gunakan ?. (HR. Tirmidzi, hadis hasan sahih) AlDakwah.org